PESERTA DIDIK DAN PERBUATAN BELAJAR KIMIA
Ciri khas seorang peserta didik yang
perlu dipahami oleh seorang pendidik ialah sebagai berikut:
- Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
- Individu yang sedang berkembang.
- Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
- Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri (Umar Tirtarahardja dan Lasula, 2000: 52 –53).
Aspek yang terdapat dalam diri
peserta didik perlu untuk dikembangkan sehingga tujuan pendidikan berkualitas
dapat tercapai. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa peserta
didik adalah seseorang yang memiliki potensi dasar yang perlu dikembangkan
melalui pendidikan baik secara fisik maupun psikis baik pendidikan itu
dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di lingkungan masyarakat
dimana anak tersebut berada. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Hadiyanto bahwa tugas pertama seorang guru adalah mengobservasi minat dan mengklasifikasi
kebutuhan–kebutuhan peserta didik. Sebagai seorang pendidik, guru harus
memahami dan memberikan pemahaman tentang aspek-aspek yang terdapat dalam diri
peserta didik untuk dikembangkan sehingga tujuan pendidikan berkualitas dapat
tercapai. Setiap individu memang tidak ada yang sama.
Perbedaan individual ini, yang
menyebabkan perbedaan gaya belajar dikalangan anak didik. Hal ini terkadang
menjebak seorang anak dalam keadaan tersulit dalam belajar, yaitu keadaan
dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,
perlu dilakukan diagnostik kesulitan belajar sebagai upaya untuk memahami
jenis, karakter, dan latar belakang kesulitan-kesulitan belajar. Mengenal gaya
belajar yang paling cocok untuk diri sendiri sangat penting karena dengan
begitu menjadi lebih mudah saat menyerap
suatu informasi. Mengenali gaya belajar yang lebih dominan maka akan lebih
cerdas dalam menentukan cara belajar yang lebih efektif. Dengan demikian, dapat
memanfaatkan kemampuan belajar dengan maksimal sehingga hasil belajar yang
diperoleh pun menjadi optimal. Gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan
kinerja dalam bekerja, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi (Nini,
Subini, dan Rahaia, 2012:14). Penting menerapkan metode belajar yang paling
nyaman dan menyusun strategi belajar dengan cara sendiri, baik yang berada
dalam diri merupakan gaya belajar visual yang dominan atau auditori bahkan
kinestetik.
Peserta didik secara kodrati telah
memiliki potensi dan kemampuan-kemampuan tertentu hanya saja belum mencapai
tingkat optimal. Oleh karena itu lebih tepat kalau mereka dikatakan sebagai
subjek dalam proses belajar mengajar sehingga siswa disebut sebagai subjek
belajar yang secara aktif berupaya mengembangkan berbagai potensi tersebut
dengan bantuan seorang guru. Karena itu, hirarki belajar menurut Gagne harus
disusun dari atas ke bawah atau top down (Orton,1987). Dimulai dengan
menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah
satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak dari hirarki belajar tersebut,
diikuti kemampuan, keterampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang
harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari keterampilan
atau pengetahuan di atasnya itu.
Berdasarkan
skripsi yang saya baca yaitu dari seorang peneliti yang telah melakukan
penelitian mengenai “Kesulitan Siswa Sma Negeri 5 Palangka
Raya Kelas XI IPA Tahun Ajaran 2013/2014 dalam Memahami Materi Struktur Lewis” diperoleh data
bahwa sebagian besar siswanya dapat dalam menentukan konfigurasi elektron jika nomor atomya diketahui, tetapi tidak dapat
dalam meletakkan jumlah elektron sesuai dengan aturan, hal tersebut menjadi kesulitan pada siswa. Dapat dilihat dari pola jawaban siswa berikut ini:
Pada saat di kelas X beberapa buku mengenalkan tentang konfigurasi elektron
ini hanya sebatas konfigurasi elektron
pada unsur utama
(golongan A) saja yaitu berapa jumlah kulit yang dimiliki sebuah atom
dan berapa elektron valensinya. Secara umum jumlah elektron maksimal pada tiap kulit
bisa menggunakan aturan 2n2, dimana n adalah kulit ke n. Pada praktiknya siswa tidak mudah menetapkan aturan tersebut jika tidak
disertai contoh-contoh. Jadi, setiap
kulit maksimal hanya boleh terisi
elektron sebanyak 2n2, jika ada lebihnya maka diisikan pada kulit berikutnya. Kulit berikutnya ini juga mengikuti aturan 2n2 ini, namun sebagian kecil siswa ada yang tidak memahami karena buku yang mereka gunakan tidak detail menjelaskan tentang aturan tersebut. Hal ini
dapat terlihat dari hasil pekerjaan siswa pada penelitian ini, dimana siswa dapat menuliskan konfigurasi elektron tersebut tetapi tidak dapat mengisi dengan benar. Berdasarkan
beberapa contoh jawaban kesulitan siswa terhadap materi konsep Struktur Lewis,
diagnosis kesulitan belajarnya adalah guru atau peneliti harus mengidentifikasi
murid yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar dengan manandai murid dalam
satu kelas atau satu kelompok atau dengan kriteria tingkat penugasan yang telah
ditetapkan sebelumnya untuk suatu mata pelajaran tertentu (KKM). Melakukan
observasi pada saat murid dalam proses belajar mengajar dengan mengamati
tingkah laku dan kebiasaan murid dalam mengikuti pelajaran atau mendapatkan
kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas. Kemudian melokalisasi
jenis dan sifat kesulitan belajar dengan mendeteksi kesulitan belajar pada sub
materi tertentu berdasarkan pola jawaban siswa diatas, mendeteksi tujuan belajar
dan bagian ruang lingkup bahan pelajaran pada bagian mana kesulitan terjadi
dapat menggunakan tes diagnostik, dan analisis terhadap catatan mengenai proses
belajar. Berdasarkan kegiatan peneliti dilakukan wawancara dalam pengerjaan
soal struktur lewis.
Langkah
selanjutnya memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar berdasarkan faktor
intenal maupun eksternal, sehingga perlunya peningkatan terhadap pembelajaran kimia, khususnya pokok bahasan
struktur lewis di SMA, agar lebih menekankan pada peningkatan memahami konseptual siswa dan merancang strategi dan pendekatan pembelajaran yang tepat dan efisien dengan karakteristik masing-masing siswa. Saran
selanjutnya adalah perlunya metode pembelajaran
yang dilakukan oleh guru yang dapat membuat siswa menjadi lebih tertarik dengan kimia dan membuat pembelajaran kimia menjadi menyenangkan, dan diperlukan penekanan pemahaman pada materi sebelumnya, yaitu Sistem Periodik dan Konfigurasi Elektron, agar siswa dapat memahami kecenderungan suatu unsur dalam satu golongan atau satu periode sehingga kesulitan dalam menggambar
Struktur Lewis dapat teratasi.
Materi
Pelajaran Kimia di SMA/MA banyak berisi konsep-konsep yang cukup sulit untuk
dipahami siswa, karena menyangkut reaksi-reaksi kimia dan hitungan-hitungan
serta menyangkut konsep-konsep yang bersifat abstrak dan dianggap oleh siswa
merupakan materi yang relatif baru. Sekolah dengan input siswa yang unggulan
mungkin tidak akan terpengaruh dengan permasalahan kurang dikenalnya pelajaran
kimia, karena dilihat dari sisi inteligensi siswanya yang tergolong baik
sehingga guru tidak akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi
pelajaran kimia. Akan tetapi berbanding terbalik dengan input siswa yang
tergolong kurang unggul, maka ini akan menjadi tugas yang berat bagi guru kimia
di sekolah tersebut untuk memberikan pemahaman yang lebih bagi para siswanya.
Selain itu, kreativitas guru dalam mengajar juga tampaknya sangat mempengaruhi
keberhasilan suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, dalam proses
pembelajaran kimia di beberapa sekolah selama ini terlihat kurang menarik,
sehingga siswa merasa jenuh dan kurang memiliki minat pada pelajaran kimia,
sehingga suasana kelas cenderung pasif, sedikit sekali siswa yang bertanya pada
guru meskipun materi yang diajarkan belum dapat dipahami. Dalam pembelajaran
seperti ini mereka akan merasa seolah-olah dipaksa untuk belajar sehingga
jiwanya tertekan. Keadaan demikian menimbulkan kejengkelan, kebosanan, sikap
masa bodoh, sehingga perhatian, minat, dan motivasi siswa dalam pembelajaran
menjadi rendah. Hal ini akan berdampak terhadap ketidaktercapaian tujuan
pembelajaran kimia (Jurnal Pendidikan, 2009). Padahal Pemerintah telah
menetapkan Standar Nasional Pendidikan seperti tertuang dalam PP. No 19 Tahun
2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang mencakup standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan dan standar penilaian pendidikan yang ditujukan untuk penjaminan
mutu pendidikan. Namun demikian, proses pembelajaran di kelas adalah salah satu
tahap yang sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Guru sebagai salah
satu mediator dan komponen pengajaran mempunyai peranan penting dalam mencapai
tujuan pembelajaran dan sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan,
karena guru terlibat langsung di dalamnya. Selain itu, siswa juga menentukan
dirinya sendiri apakah ia ingin berhasil dalam belajar atau tidak. Jadi dalam
memandang keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah kita tidak
bisa memandang dari satu sisi saja, akan tetapi harus menyeluruh. Sarana dan prasarana
dapat berupa buku-buku pelajaran, alat praktikum, alat tulis menulis, ruangan
kelas, laboratorium, dan sebagainya. Kesulitan untuk mendapatkan atau memiliki
alat-alat pelajaran secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
keberhasilan dalam belajar siswa. Siswa akan cenderung berhasil apabila dibantu
oleh alat-alat pelajaran yang memadai dan sarana yang baik. Alat pelajaran
tersebut akan menunjang proses pemahaman siswa. Misalnya, untuk menjelaskan
konsep kimia yang bersifat abstrak dan bersifat mikroskopik diperlukan adanya
alat peraga dan ketersediaan laboratorium yang layak.
Oleh
sebab itu, untuk mengurangi tingkat kesulitan belajar siswa, faktor guru dan
metode belajar perlu ditingkatkan, misalnya dalam memilih dan menentukan
pendekatan dan metode yang sebaiknya disesuaikan dengan kemampuannya, kekhasan
bahan pelajaran, keadaan sarana dan keadaan siswa. Siswa hendaknya tetap rajin
belajar meskipun mendapat hambatan atau kekurangan buku-buku paket atau
peralatan lain dan buatlah kelompok belajar terdiri dari 2 atau 3 orang serta
menciptakan kondisi belajar yang baik dan disiplin baik di dalam kelas maupun
luar kelas.
Daftar Rujukan:
Daftar Rujukan:
- Jurnal Pendidikan. 2009. Identfikasi Masalah Kesulitan dalam Pembelajaran Kimia SMA Kelas X Di Propisi Bandar Lampung. MIPA—FKIP Universitas Lampung.
- Nini, Subini. 2012. Rahaia Gaya Belajar Orang Besar. Jogjakarta:
Buku Kita.
- Orton, A. 1987. Learning Mathematics. London: Casel
Educational Limited.
- Umar Tirtarahardja dan Lasula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar