Kamis, 19 April 2018

Kapita Selekta Pendidikan Kimia "Peserta Didik dan Perbuatan Belajar Kimia"



PESERTA DIDIK DAN PERBUATAN BELAJAR KIMIA


Ciri khas seorang peserta didik yang perlu dipahami oleh seorang pendidik ialah sebagai berikut:
  1. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
  2. Individu yang sedang berkembang.
  3. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
  4. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri (Umar Tirtarahardja dan Lasula, 2000: 52 –53).
Aspek yang terdapat dalam diri peserta didik perlu untuk dikembangkan sehingga tujuan pendidikan berkualitas dapat tercapai. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah seseorang yang memiliki potensi dasar yang perlu dikembangkan melalui pendidikan baik secara fisik maupun psikis baik pendidikan itu dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di lingkungan masyarakat dimana anak tersebut berada. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hadiyanto bahwa tugas pertama seorang guru adalah mengobservasi minat dan mengklasifikasi kebutuhan–kebutuhan peserta didik. Sebagai seorang pendidik, guru harus memahami dan memberikan pemahaman tentang aspek-aspek yang terdapat dalam diri peserta didik untuk dikembangkan sehingga tujuan pendidikan berkualitas dapat tercapai. Setiap individu memang tidak ada yang sama.
Perbedaan individual ini, yang menyebabkan perbedaan gaya belajar dikalangan anak didik. Hal ini terkadang menjebak seorang anak dalam keadaan tersulit dalam belajar, yaitu keadaan dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan diagnostik kesulitan belajar sebagai upaya untuk memahami jenis, karakter, dan latar belakang kesulitan-kesulitan belajar. Mengenal gaya belajar yang paling cocok untuk diri sendiri sangat penting karena dengan begitu  menjadi lebih mudah saat menyerap suatu informasi. Mengenali gaya belajar yang lebih dominan maka akan lebih cerdas dalam menentukan cara belajar yang lebih efektif. Dengan demikian, dapat memanfaatkan kemampuan belajar dengan maksimal sehingga hasil belajar yang diperoleh pun menjadi optimal. Gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam bekerja, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi (Nini, Subini, dan Rahaia, 2012:14). Penting menerapkan metode belajar yang paling nyaman dan menyusun strategi belajar dengan cara sendiri, baik yang berada dalam diri merupakan gaya belajar visual yang dominan atau auditori bahkan kinestetik.
Peserta didik secara kodrati telah memiliki potensi dan kemampuan-kemampuan tertentu hanya saja belum mencapai tingkat optimal. Oleh karena itu lebih tepat kalau mereka dikatakan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar sehingga siswa disebut sebagai subjek belajar yang secara aktif berupaya mengembangkan berbagai potensi tersebut dengan bantuan seorang guru. Karena itu, hirarki belajar menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah atau top down (Orton,1987). Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, keterampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari keterampilan atau pengetahuan di atasnya itu.
Berdasarkan skripsi yang saya baca yaitu dari seorang peneliti yang telah melakukan penelitian mengenai “Kesulitan Siswa Sma Negeri 5 Palangka Raya Kelas XI IPA Tahun Ajaran 2013/2014 dalam Memahami Materi Struktur Lewis” diperoleh data bahwa sebagian besar siswanya dapat dalam menentukan konfigurasi elektron jika nomor atomya diketahui, tetapi tidak dapat dalam meletakkan jumlah elektron sesuai dengan aturan, hal tersebut menjadi kesulitan pada siswa. Dapat dilihat dari pola jawaban siswa berikut ini:


Pada saat di kelas X beberapa buku mengenalkan tentang konfigurasi elektron ini hanya sebatas konfigurasi elektron pada unsur utama (golongan A) saja yaitu berapa jumlah kulit yang dimiliki sebuah atom  dan berapa elektron valensinya. Secara umum jumlah elektron maksimal pada tiap kulit bisa menggunakan aturan 2n2, dimana n adalah kulit ke n. Pada praktiknya siswa tidak mudah menetapkan aturan tersebut jika tidak disertai contoh-contoh.  Jadi, setiap kulit maksimal hanya boleh terisi elektron sebanyak 2n2, jika ada lebihnya maka diisikan pada kulit berikutnya. Kulit berikutnya ini juga mengikuti aturan 2n2 ini, namun sebagian kecil siswa ada yang tidak memahami karena buku yang mereka gunakan tidak detail menjelaskan tentang aturan tersebut. Hal ini dapat terlihat dari hasil pekerjaan siswa pada penelitian ini, dimana siswa dapat menuliskan konfigurasi elektron tersebut tetapi tidak dapat mengisi dengan benar. Berdasarkan beberapa contoh jawaban kesulitan siswa terhadap materi konsep Struktur Lewis, diagnosis kesulitan belajarnya adalah guru atau peneliti harus mengidentifikasi murid yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar dengan manandai murid dalam satu kelas atau satu kelompok atau dengan kriteria tingkat penugasan yang telah ditetapkan sebelumnya untuk suatu mata pelajaran tertentu (KKM). Melakukan observasi pada saat murid dalam proses belajar mengajar dengan mengamati tingkah laku dan kebiasaan murid dalam mengikuti pelajaran atau mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas. Kemudian melokalisasi jenis dan sifat kesulitan belajar dengan mendeteksi kesulitan belajar pada sub materi tertentu berdasarkan pola jawaban siswa diatas, mendeteksi tujuan belajar dan bagian ruang lingkup bahan pelajaran pada bagian mana kesulitan terjadi dapat menggunakan tes diagnostik, dan analisis terhadap catatan mengenai proses belajar. Berdasarkan kegiatan peneliti dilakukan wawancara dalam pengerjaan soal struktur lewis.
Langkah selanjutnya memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar berdasarkan faktor intenal maupun eksternal, sehingga perlunya peningkatan terhadap pembelajaran kimia, khususnya pokok bahasan struktur lewis di SMA, agar lebih menekankan pada peningkatan memahami konseptual siswa dan merancang strategi dan pendekatan pembelajaran yang tepat dan efisien dengan karakteristik masing-masing siswa. Saran selanjutnya adalah perlunya metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang dapat membuat siswa menjadi lebih tertarik dengan kimia dan membuat pembelajaran kimia menjadi menyenangkan, dan diperlukan penekanan pemahaman pada materi sebelumnya, yaitu Sistem Periodik dan Konfigurasi Elektron, agar siswa dapat memahami kecenderungan suatu unsur dalam satu golongan atau satu periode sehingga kesulitan dalam menggambar Struktur Lewis dapat teratasi.
Materi Pelajaran Kimia di SMA/MA banyak berisi konsep-konsep yang cukup sulit untuk dipahami siswa, karena menyangkut reaksi-reaksi kimia dan hitungan-hitungan serta menyangkut konsep-konsep yang bersifat abstrak dan dianggap oleh siswa merupakan materi yang relatif baru. Sekolah dengan input siswa yang unggulan mungkin tidak akan terpengaruh dengan permasalahan kurang dikenalnya pelajaran kimia, karena dilihat dari sisi inteligensi siswanya yang tergolong baik sehingga guru tidak akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi pelajaran kimia. Akan tetapi berbanding terbalik dengan input siswa yang tergolong kurang unggul, maka ini akan menjadi tugas yang berat bagi guru kimia di sekolah tersebut untuk memberikan pemahaman yang lebih bagi para siswanya. Selain itu, kreativitas guru dalam mengajar juga tampaknya sangat mempengaruhi keberhasilan suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, dalam proses pembelajaran kimia di beberapa sekolah selama ini terlihat kurang menarik, sehingga siswa merasa jenuh dan kurang memiliki minat pada pelajaran kimia, sehingga suasana kelas cenderung pasif, sedikit sekali siswa yang bertanya pada guru meskipun materi yang diajarkan belum dapat dipahami. Dalam pembelajaran seperti ini mereka akan merasa seolah-olah dipaksa untuk belajar sehingga jiwanya tertekan. Keadaan demikian menimbulkan kejengkelan, kebosanan, sikap masa bodoh, sehingga perhatian, minat, dan motivasi siswa dalam pembelajaran menjadi rendah. Hal ini akan berdampak terhadap ketidaktercapaian tujuan pembelajaran kimia (Jurnal Pendidikan, 2009). Padahal Pemerintah telah menetapkan Standar Nasional Pendidikan seperti tertuang dalam PP. No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan yang ditujukan untuk penjaminan mutu pendidikan. Namun demikian, proses pembelajaran di kelas adalah salah satu tahap yang sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Guru sebagai salah satu mediator dan komponen pengajaran mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan pembelajaran dan sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan, karena guru terlibat langsung di dalamnya. Selain itu, siswa juga menentukan dirinya sendiri apakah ia ingin berhasil dalam belajar atau tidak. Jadi dalam memandang keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah kita tidak bisa memandang dari satu sisi saja, akan tetapi harus menyeluruh. Sarana dan prasarana dapat berupa buku-buku pelajaran, alat praktikum, alat tulis menulis, ruangan kelas, laboratorium, dan sebagainya. Kesulitan untuk mendapatkan atau memiliki alat-alat pelajaran secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar siswa. Siswa akan cenderung berhasil apabila dibantu oleh alat-alat pelajaran yang memadai dan sarana yang baik. Alat pelajaran tersebut akan menunjang proses pemahaman siswa. Misalnya, untuk menjelaskan konsep kimia yang bersifat abstrak dan bersifat mikroskopik diperlukan adanya alat peraga dan ketersediaan laboratorium yang layak.
Oleh sebab itu, untuk mengurangi tingkat kesulitan belajar siswa, faktor guru dan metode belajar perlu ditingkatkan, misalnya dalam memilih dan menentukan pendekatan dan metode yang sebaiknya disesuaikan dengan kemampuannya, kekhasan bahan pelajaran, keadaan sarana dan keadaan siswa. Siswa hendaknya tetap rajin belajar meskipun mendapat hambatan atau kekurangan buku-buku paket atau peralatan lain dan buatlah kelompok belajar terdiri dari 2 atau 3 orang serta menciptakan kondisi belajar yang baik dan disiplin baik di dalam kelas maupun luar kelas. 

Daftar Rujukan:


- Jurnal Pendidikan. 2009. Identfikasi Masalah Kesulitan dalam Pembelajaran Kimia SMA Kelas X Di Propisi Bandar Lampung. MIPA—FKIP Universitas Lampung.

- Nini, Subini. 2012. Rahaia Gaya Belajar Orang Besar. Jogjakarta: Buku Kita.

- Orton, A. 1987. Learning Mathematics. London: Casel Educational Limited. 

- Umar Tirtarahardja dan Lasula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 


 


0 komentar:

Posting Komentar